Kamis, 26 Maret 2009

Kuliah HTN 25 Maret 2009

HUBUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU LAINNYA.
HUBUNGAN HTN DENGAN ILMU NEGARA
• Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yg menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi dasar teoritis yang bersifat umum untuk HTN.
• Jadi untuk mengetahui tentang kajian HTN terlebih dahulu memahami tentang negara yang didapat melalui kuliah ilmu negara.
• IN mengkaji masalah negara dalam arti abtrak, umum dan universal
• HTN mengkaji atau mempelajari Negara dalam arti kongkrit. Objek kajiannnya negara tertentu, terikat dengan tempat dan waktu tertentu

• Jadi hub HTn dgn IN dimana IN dapat memberikan dasar2 teoritis untuk HTN positif dan HTN merupakan penerapan nyata dari bahan-bahan teroritis yang dihasilkan ilmu negara.

Hub. HTN dengan Ilmu Politik
• Ilmu Politik mengkaji bagaimana organisasi kekuasaan dalam negara itu menjalankan fungsinya.
• Hukum Tata Negara, mengkaji pengaturan organisasi negara
• Menurut J baren antara HTN dan Ilmu Politik ibarat kerangka tubuh manusia dengan daging disekitarnya. HTN sebagai kerangka manusia, sedangkan IP sebagai daging yang ada disekitarnya
• Konsep IP menitik beratkan pada faktor-faktor yang kongkrit, terutama sekali berpusat pada gejala-gejala kekuasaan (organisasi negara maupun bidahg tugasnya
• Seorang politikus harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang HTN. Ilmuwan HTN harus juga mendalami Ilmu Politik.

Hubungan HTN dan HTUN
• Objeknya sama-sama negara
• HTN : hukum mengenai susunan dan kewennagan organisasi negara – merupakan pemberian wewenang.
• HTUN mengatur hubungan yang memerintah dan yang diperintah
• Hub tersebut memberikan pembatasan-pembatasan pada organ-organ negara dalam menentukan wewenangnya yang ditentukan oleh hukum tata negara.
• Organ neg tanpa ketentuan dalam HTN = burung yang lumpuh sayapnya – tidak menentu
• Organ Negara tanpa Ketentuan dalam HTUN = laksana burung bebas dengan sayapnya karena dapat menggunakan kewenangannya sekehendak hati

Hubungan HTN dan Hukum Internasional
• HUKUM INTERNASIONAL
– HI PRIVAT
– HI PUBLIK
• HI YANG BERKAITAN DENGAN NEGARA ADALAH HI PUBLIK
• HTN mempelajari negara dari struktur internalnya.
• HI mempelajari hubungan-hubungan hukum antar negara itu secara eksternal


SUMBER HUKUM TATA NEGARA
• Istilah Sumber Hukum tidak sama dengan istilah dasar hukum, landasan hukum dan payung hukum.
• Dasar hukum, landasan hukum yaitu norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum.
• Sumber hukum : menunjukan kepada pengertian tempat dari mana asal muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal


SUMBER HUKUM TATA NEGARA
• Sumber hukum : segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb, yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1991: 973).
• Sumber hukum menurut tinjauan sejarah:
– Stelsel hukum apakah yg memainkan peranan pada waktu hukum yg sedang berlaku sekarang (hukum positif)
– Kitab-kitab manakah, dokumen2 manakah, surat-surat manakah dsb, yang telah diperhatikan oleh pemuat uu pada waktu menetapkan hukum yang berlaku sekarang
• Sumber hukum menurut tinjauan filsafat:
– Sumber untuk menentukan isi hukum – ukuran yang dipergunakan untuk menentukan isi hukum sudah tepat atau baik, benar-benar adil atau sebaliknya.
– Sumber untuk menentukan kekuatan mengikat suatu kaidah hukum --- mengapa hukum itu ditaati
• Sumber Hukum menurut tinjauan agama: sumber hukum adalah ketentuan2 Allah Swt yg diwahyukan kepada umat manusia melalui rasulnya --- Alqur’an, sunnah Nabi, Ijma’ dan Qiyas

• Sumber Hukum menurut tinjauan Ilmu Hukum sumber hukum terbagi dua : Sumber HUkum Materil dan Sumber Hukum Formil.
• Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materi itu diambil.
• Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitianilmiah, perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.
• Bagir Manan : Sumber Hukum materil sumber hukum yag menentukan isi kaidah hukum tata negara yag didalamnya termasuk : 1) dasar dan pandangan hidup bernegara (Pancasila) 2) kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah-kaidah hukum tata negara

• Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.
• Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan.


• Dalam kajian kita yang lebih diutamakan adalah sumber hukum formal.
• Bentuk-bentuk sumber hukum formal:
– Bentuk produk legislasi atau bentuk produk regulasi tertentu (regels)
– Bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang mengikat antar para pihak (contrak, treaty).
– Bentuk putusan hakim tertentu (vonnis)
– Bentuk-bentuk keputusan administratif (beschikking) dari pemegang kewenangan administrasi negara.



Sumber Hukum Terkait dengan Objek Kajian Hukum Tata Negara ( Joeniarto(1974: 97-168).
• Konstitusi atau Hukum Dasar
• Aturan masalah-masalah negara yang bersifat fundamental
• Karena sifatnya mendasar, maka lebih mendalam kajian hukum tata negara juga melihat sumber lain berupa peraturan perundang-undangan.
• Putusan Mahkamah Konstitusi


Yang umum dipakai sebagai sumber hukum tata negara
• UUD dan Peraturan perundang-undnagan tertulis.
• Yurisprudensi peradilan
• Konfensi ketatanegaraan
• Hukum Internasional Konfensi ketatanegaraan tertentu
• Doktrin Ilmu Hukum tata Negara tertentu

Menurut Jimly (Pengantar Hukum Tata negara) sumber formil HTN :
• Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis.
• UUD (pembukaan dan pasal-pasalnya)
• Peraturan perundang-undangan tertulis.
• Yurisprudensi peradilan
• Konfensi ketatanegaraan
• Hukum Internasional yang telah diratifikasi sebagai hukum Internasional.

• sumber Hukum Formal Bagir Manan:
– Hukum Perundang-undangan ketatanegaraan
– Hukum Adat ketatanegaraan
– Hukum Kebiasaan ketatanegaraan (konvensi ketata negaraan)
– Yurisfrudensi ketatanegaraan
– Hukum Perjanjian Internasional ketatanegaraan
– Doktrin ketatanegaraan

Hukum Perundang-undangan ketatanegaraan

Hukum Adat ketatanegaraan
• Hukum adat adalah hukum asli angsa Indonesia yang tumbuh dn berkembang dan dipertahankan masyarakat melalui keputusan penguasa adat.
• Hukum Adat Tata negara : Hukum Asli bangsa Indonesia di bidang ketatanegaraan (pemerintahan desa/nagari) – berangsur-angsur hilang

Hukum Kebiasaan ketatanegaraan konvensi ketatanegaraan
• Hukum Kebiasaan ketatanegaraan adalah hkm yg tumbuh dalam praktek ketatanegaraan.
• Secara operasional konvensi ketatanegaraan dapat juga didefinikan sebagai kebiasaan dalam praktek ketatanegaraan yang dianggap baik dilakukan berulang-ulang, menjadi terbiasa dan selanjutnya ditaati dalam praktek ketatanegaraan:
• Contph : pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang peringatan Hari kemerdekaan RI


YURISPUDENSI KETATANEGARAAN
• Kumpulan keputusan-keputusan pengadilan mengnai persoalan ketatanegaraan yang setelah disusun secara teratur yang memberikan ketentuan2 hukum tertentu yang diketemukan atau dikembangkan oleh badan-badan pengadilan yang berhubungan dengan persoalan ketatanegaraan


• Traktat / Hukum Perjanjian Internasional ketatanegaraan
• Tratat adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara (bilateral) atau lebih (multilatral). Contoh : Perjanjian bilateral atra Indonesia dengan RRC mengenai kewarnegaraan. Multilateral : Perjanjian segitiga pertumbuhan antra indonesia Malaysia, dan tahilan

• Dokrin ketatanegaraan
• Ajaran-ajaran tentang Hk Tt negara yang ditemukan dan dikembangkan di dalma dunia ilmu pengetahuan

Lebih lengkap agar dibaca:
• Jimly Ashshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara I, Sekretaria Jenderal Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006
• Dasril Radjab, SH, MH, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta Jakarta, 2005
• Moh. Kurnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Sinar Bakti, 1985

Selasa, 24 Maret 2009

Kuliah HAM 23 Maret 2008

Kuliah HAM 23 Maret 2008
Dosen :
EDI HASKAR, SH, MH
ARIA HERJON, SH

ISTILAH DA PENGERTIAN HAM
• Droit de,I homme (Perancis), Mensen Rechten (Belanda), Human Right (Inggeris) = hak manusia ,
• Hak manusia = hak-hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa, seperti :
– hak hidup,
– keselamatan,
– kebebasan dan
– persamaan
– yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun

• Kemudian istilah itu berkembang menjadi “hak asasi manusia”,
• dalam bahasa Belanda disebut “Menselijke Grondrechten”,
• bahasa Inggris disebut “Fundamental Human Right”.
PENGERTIAN HAM
• Prof. Dardji Darmodiharjo, SH
Mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atu hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar dari pada hak dan kewajiban yang lain.

• Prof. Oemar Seno Adji, SH
Mengatakan hak asasi manusia adalah hak yang ada pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa, seperti misalnya hak hidup, keselamatan, kebebasan dan kesamaan yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun.

• Drs. Marbangun Hardjowirogo
Mengatakan hak asasi manusia adalah hak-hak yang memungkinkan kita tanpa diganggu-ganggu menjalani kehidupan masyarakat dan bernegara sebagai warga dari kehidupan bersama


• Djoko Prakoso, SH dan Djaman Andhi Nirwanto
Mengatakan hak asasi manusia adalah semua hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang hidup didunia ini menurut kodratnya yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari pada hakekatnya sehingga bersifat suci.

• Drs. A.W. Widjaya
Mengatakan hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan dan bukan pemberian penguasa.
• Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia.
Rumusan dari defisi maka HAM :
• Merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
• Telah melekat pada diri manusia sejak ia lahir
• Bersifat suci
• Tidak dapat dirampas, diganggu oleh siapapun


KONTRAVERSIAL
• Manusia diperjual belikan sebagai budak, turunan budak itu terus juga menjadi budak.
• Ada orang diperlakukan seperti robot yang hanya bekerja melulu seperti apa yang diperintahkan oleh raja, dia tidak boleh berbuat bebas dan berpikiran bebas.
• Membebankan pajak dengan sesuka hati kepada rakyat yang sangat besar sehingga memberatkan bagi yang terkena pajak.
• Pemberian gelar-gelar yang bagus-bagus kepada turanan raja dan kaum bangsawan, pimpinan agama yang dilengkapi dengan hak istimewa tetapi tanpa kewajiban apapun.
• Adanya gap yang sangat dalam dan lebar antara bangsa penjajah dengan bangsa terjajah.


SEJARAH PERLINDUNGAN HAM
SEBELUM ABAD 20
• DIMULAI TAHUN 1215 M DITANDATANGANI PIAGAM AGUNG (MAGNA CHARTA) – Raja John Lackland di Inggeris
– Berisi jaminan raja bagi perlindungan kaum bangsawan dan kaum gereja. Jadi bukan merupakanpengaturan perlindungan tentang HAM
– Namun dalm sejarah perjuangan perlindungan dari penguasa, Magna Chrata dijadikan sebagai peletak dasar perlindungan HAM


• Tahun 1628 Raja Charles I menandatangani “petitions of rights” perjuangan parlemen dari utusan rakyat dalam parlemen Inggeris, terkait denga perkembangan demokrasi.
• Tahun 1689 raja Willem III menandatangani Bill of Rights disebut dengan revoslusi gemilang yang ditandai dengan kemenangan parlement atas ke absolutan Raja
• Dipengaruhi oleh pemikiran JL (Teori Perjanjian), TH (Monarchi Absolut) yang menghasilkan Monarchi Konstistusional, maka di Amerika tanggal 4 Juli 1776 dideklarasikanlah apa yang disebut dengan “declaration of independence”
Berdasarkan perkembangan tersebut
terdapat 3 generasi perjuangan HAM
• Pertama yang memperjuangkan hak-hak sipil & politik, umumnya bermula dari negara di Eropa Barat yang bersifat liberal, spt hak atas hidup, kebebasan & kemanan, kesa’maan, hak atas kebebasan berpikir, hak berkumpul, dll

• Kedua yang memperjuangkan hak ekonomi, sosial & budaya yang umumnya diperjuangkan oleh negara Eropa Timur yang bersifat sosialis, spt hak atas pekerjaan, hak atas penghasilan yang layak, hak kesehatan, hak membentuk serikat pekerja, hak atas jaminan sosial, dll.

• Ketiga yang memperjuangkan tentang hak perdamaian & pembangunan oleh negara-negara berkembang, terutama di Asia & Afrika, seperti:hak sederajat dengan bangsa lain, hak menapatkan kedamaian, hak untuk merdeka, dan lain-lain.



HAM DALAM PANCASILA
 Hubungan Pancasila dengan UUD 1945
• ALENIA KEEMPAT MEMUAT SILA-SILA DARI PANCASILA
• PEMBUKAAN UUD 45 MERUPAKAN POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MELIPUTI SUASANA KEBATINAN UUD 1945 DAN PERWUJUDAN CITA-CITA HUKUM DASAR NEGARA (TERTULIS MAUPUN TIDAK TERTULIS.
• POKOK-POKOK PIKIRAN TERSEBUT DIJELASKAN DALAM PASAL-PASAL UUD 1945



• SUASANA KEBATINAN UUD 1945 DAN CITA-CITA HUKUM UUD 1945 BERSUMBER ATAu DIJIWAI OLEH FALSAFAH NEGARA PANCASILA
• PEMBUKAAN UUD 1945 MEMILIKI HUBUNGSAN SATU KESATUAN DENGAN PASAL-PASALNYA.
• NILAI-NILAI PEMBUKAAN UUD PADA PRINSIPNYA MENJUNJUNG TINGGI HAK ASASI MANSIA, MAKA DENGAN SENDIRINYA PASAL-PASAL UUD 1945 JUGA MENGANDUNG PRINSIP HAM

POKOK-POKOK PIKIRAN PADA PEMBUKAAN UUD 1945
 PERSATUAN INDONESIA
 KEADILAN SOSIAL
 KEDAULATAN RAKYAT BERDASARKAN ATAS KERAKYATAN DAN PERMUSYAWARATAN
 KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB

PRINSIP HAM DALAM SILA KE 1 (KETUHAN YANG MAHA ESA)
 ADANYA PENGAKUAN TERHADAP TYME, MELALUI KEYAKINAN BERGAMA BAIK MENURUT AGAMA ISLAM, KRESTEN, PROTESTAN BUDHA, DAN HINDU
 ADANYA JAMINAN UNTUK MELAKSANAKAN IBADAH MENURUT AGAMA MASING-MASING (SALAH SATU HAM YANG TERPENTING)
 SETIAP AGAMA MEMILIKI HAK YANG SAMA KEDUDUKANNYA DIHADAPAN NEGARA
 PENGAKUAN TERHADAP TYME BERARTI MERUPAKAN PENGABDIAN DALAM RANGKA MENGIKUTI PERINTAH DAN LARANGANNYA.
PRINSIP HAM DALAM SILA KE 2 (KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB)
 SETIAP ORANG DIPERLAKUKAN SECARA PANTAS, TIDAK BOLEH DISIKSA, DIHINA.
 KEMANUSIA ARTINYA MENGAKUI SELURUH MANSUSIA SEBAGAI SAMA-SAMA MAKHLUK CIPTAAN TUHAN
 SEGALA BANGSA SAMA DERAJATNYA = ADANYA PENGAKUAN KEMERDEKAAN BAGI SEMUA BANGSA DENGAN MENOLAK KOLONIALISME DAN IMPERIALISME
 KEMANUSIAAN JUGA BERARTI ADANYA PENGAKUAN MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU DANS EBAGAI MAKHLUK SOSIAL.
 PENGAKUAN MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU, YAITU SEORANG MNAUSIA MEMPUNYAI HAM YANG DAPAT DINIKMATI DAN DIPERTAHANKAN TERHADAP SIAPAPUN.
 PENGAKUAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL, PENGGUNAAN HAM TIDAK BOLEH MELANGGAR HAK ASASI ORANG LAIN.
 HARUS KESEIMBANGAN ANTARA KEPENTINGAN INDIVIDU DENGAN KEPENTINGAN SOSIAL/UMU
PRINSIP HAM DALAM SILA KE 3 (persatuan indonesia)
 Adanya sikap yang mengutamaka kepentingan bangsa diata skepentingan suku, golongan dan partai.
 Suku-suku, golongan, partai mempunyai kedudukan yang sama dalam negara indonesia.
 Adanya keseimbangan antara golongan satu dengan yang lainnya.
 Perlu ada sikap saling hormat menghormati antara golongan, suku dan partai
 Adanya kesadaran persatuan merupakan upaya adanya jaminan perlindungan HAM
PRINSIP HAM DALAM SILA KE 4 (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan)
 Kerakyatan berarti kedaulatan rakyat artinya kekekuasan negara berada ditangan rakyat.
 Kedaulatan rakyat berisi pengakuan akan harkat dan martabat manusia.
 Pengakuan akan harkat dan martabat mansuia berarti menghormati dan menjunjung tinggi segala hak asasi yang melekat padanya.
 Kedaulatan rakyat disalurkan melalui lembaga legislatif (MPR, DPR, DPD). Kecuali pemilihan presiden dan wp kekauasan tersebut diberikan langsung kepada rakyat melalui pemilihan langsung)
 Perwujudannya adalah setiap orang berhak ikut serta dalam pemerintahan dan jabatan-jabatan negara lainnya
 KR bersifat musyawarah dan mufakat serta tenggang rasa.

PRINSIP HAM DALAM SILA KE 5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia)
 Wujudnya adalah melakukan kesejahtraan umum bagi seluruh anggota masyarakat
 Keadilan disini adalah memberikan pertimbangan dimana hak milik berfungsi sosial
• tiap orang dapat menikmati kehidupan yang layak
• Tiap orang memperoleh kesempatan yang sama mencari nafkah dan jaminan hidup yang layak dalam lapangan ekonomi.
• Saling hormat damn saling menghargai serta saling membantu untuk kepentingan masyarakat dan negara
HAM DALAM UUD 195O, UUD 1945 DAN PERUBAHNNYA
 kketentuan HAM di dalam UUD 1945 (SEBELUM AMANDEMEN) relatif sedikit, hanya 7 (tujuh) pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33 dan 34,
 DALAM UUDS 1950 didapati cukup lengkap pasal-pasal HAM, yaitu sejumlah 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal di dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration of Human Rights.

 Meskipun di dalam UUD 1945 tidak banyak dicantumkan pasal-pasal tentang HAM, namun kekuarangan-kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah Undang-undang antara lain UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 8 Tahun 1981 yang banyak mencantumkan ketentuan tentang HAM. UU No. 14 Tahun 1970 memuat 8 pasal tentang HAM, sedangkan UU No. 8 Tahun 1981 memuat 40 pasal. Lagipula di dalam Pembukaan UUD 45 didapati suatu pernyataan yang mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM yang berbunyi, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

 DALAM UUD NEGARA RI TAHUN 1945 pengaturan HAM diatur dalam pasal Bab X-A tentang Hak Asasi Manusia mulai pasal 28 A sampai dengan 28 J

 Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya (Pasal 28 A)
 Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah (Pasal 28 B ayat 1)
 Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
 Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
 Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
 Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2)


 Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum (Pasal 28 D ayat 1)
 Hak utnuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
 Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
 Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
 Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1)

 Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1)
 Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2)
 Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
 Hak untuk berkomunikasi dan memeperoleh informasi (Pasal 28 F)
 Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
 Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
 Hak untuk bebeas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)


 Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
 Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)
 Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
 Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3)
 Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
 Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
 Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
 Hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional (Pasal 28 I ayat 3)
Slide 1



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 2
____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 3



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 4



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 5



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 6



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 7



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 8



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 9



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 10



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 11



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 12



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 13



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 14



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 15



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Slide 16



____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

Minggu, 22 Maret 2009

Bahan Kuliah Pendd.kewiraan (Fak Ekonomi)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Kewarganegaran
Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata “Civis” ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of Americanization”. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics membicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian dari ilmu politik.
Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu dijadikan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di Perguruan Tinggi untuk program diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri maupun swasta.
Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajin memuat a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana tersebut di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan nengara, serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen DIKTI no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).
Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau ”Civic Education”. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.
Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan termasuk salah satu mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dimana kelompok mata kuliah ini merupakan pendidikan umum yang sifatnya sangat fundamental/mendasar.
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Pancasila
3. Pendidikan Kewarganegaraan
Adapun tujuan diberikannya MKPK ini agar para sarjana Indonesia memiliki kualifikasi.
1. Taqwa kepada Allah - Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa, bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakini dan dipeluknya, serta memiliki sikap tenggang rasa/toleransi terhadap agama/keyakinan orang lain.
2. Berjiwa Pancasila sehingga segala keputusan dan tindakan mencerminkan prinsip-
prinsip Pancasila serta memiliki integritas moral yang tinggi, yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan kemanusiaan di atas kepentingan pribadi maupun golongannya.
3. Memiliki wawasan yang untuk/komprehensif dan pendekatan yang integral dalam mensikapi permasalahan kehidupan, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan.
Adapun mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) diwajibkan disemua lembaga pendidikan tinggi seperti tersebut di atas bertujuan untuk mengembangkan aspek kepribadian mahasiswa, suatu aspek yang paling fundamental dalam kehidupan manusia, serta menjadi dasar dan landasan bagi semua aspek lainnya. Sementara mata kuliah lain yang dikelompokkan dalam Mata Kuliah Dasar Keahlian (MKDK) dan Mata Kuliah Keahlian (MKK) merupakan sejumlah mata kuliah yang dimaksudkan untuk mengembangkan keahlian mahasiswa dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Dengan kata lain dikuliahkannya MKDK dan MKK adalah dalam rangka untuk mengembangkan aspek kemampuan (abilitas) mahasiswa yang seluruhnya bermuara pada satu tujuan agar kelak ia cakap menghadapi kehidupan yang serba menantang dan lebih khusus lagi ia bisa dapat pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang memadai.
Berkaitan dengan perlunya setiap orang mengembangkan kedua aspek yang paling mendasar itu, yaitu aspek kepribadian dan aspek kemampuan, kiranya patut disimak apa yang pernah diucapkan oleh Albert Einstein bahwa ”Science without religion is blind. Religion without science is lame”. Suatu pengetahuan tanpa dilandasai oleh moralitas agama adalah buta. Agama tanpa didukung oleh pengetahuan lumpuh.
Dalam ungkapan yang berbeda namun esensinya sama, Driyarkara menyatakan bahwa dalam suatu kehidupan terdapat sekian banyak nilai, wert atau values. Namun kalau diklasifikasikan hanya ada dua nilai saja, yaitu nilai alat (tool) dan nilai tujuan. Driyarkara memasukkan aspek kepribadian ini ke dalam nilai tujuan, sedang aspek kemampuan (abilitas) dimasukkannya ke dalam nilai alat. Bagi manusia harus dibedakan antara nilai alat dan nilai tujuan. Nilai tujuan ialah kesempurnaan pribadi manusia. Nilai-
nilai lainnya, yang hanya memuaskan atau menolong kejasmanian manusia adalah nilai alat dan (sama sekali) bukan nilai tujuan. Agar supaya perbuatan manusia tidak menjadi kegila-gilaan, maka nilai alat harus tetap menjadi/sebagai nilai alat, dan tidak boleh dijadikan sebagai nilai tujuan.

1.2 Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
Perkembangan globalisasi yang ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur pecaturan perpolitikan, perekonomia, sosial budaya dan pertahanan serta keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar negara maju dengan negara-negara berkembang, maupun antar sesama negara-negara berkembang sendiri serta lembaga-lembaga Internasional. Kecuali itu adanya isu-isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi komunikasi dan transportasi sehingga dunia menjadi semakin transparan, seolah-olah menjadi seperti kampung dunia tanpa mengenal batas negara (Edy Pramono, 2004: 1-2), suatu peristiwa yang terjadi di salah satu kawasan, seketika itu juga dapat diketahui dan diikuti oleh mereka yang berada di kawasan lain. Cotoh: peristiwa pembunuhan terhadap 3 orang personil UNHCR dikamp pengungsi Timor Timur di Atambua tanggal 6 September 2000 langsung tersiar di seluruh dunia, dan mendorong Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 1319, tanggal 9 September 2000, dan Amerika Serikat mengenakan embargo militer terhadap Indonesia. Ini berarti era globalisasi itu dapat berdampak besar, baik yang bersifat positif maupun yang negatif. Dampak positif adalah seperti dapat meningkatkan ksejahteraan, memberi peluang-peluang baru, sedang yang negatif adalah seperti dapat mengganggu keamanan, memperburuk ekonomi, marginalisasi
sosial dan meningkatnya kemiskinan. Di era globalisasi juga akan berkembangnya suatu standarisasi yang sama dalam berbagai bidang kehidupan. Negara atau pemerintah dimanapun, terlepas dari sistem ideologi atau sistem sosial yang dimiliki, dipertanyakan apakah hak-hak asasi dihormati, apakah demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh setiap warganya, bagaimana lingkungan hidup dikelola. Implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks karena masyarakat hidup dalam standar ganda. Di satu pihak orang ingin mempertahankan budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru, yang disebut dengan budaya sandingan (sub-culture). Di pihak lain muncul tindakan-tindakan melawan terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai ”nestapa” dari mereka yang dipinggirkan, tergeser dan tergusur, tidak terlayani oleh masyarakatnya, yang disebut sebagai budaya tandingan (counter- culture). Ini berarti globalisasi juga akan menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta akan mempengaruhi juga dalam pola pikir, sikap dan tindakan masyarakat di Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa Indonesia.
Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai denganera pengisian kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara.
Semangat perjuangan bangsa yang tak kenal menyerah telah terbukti pada perang kemerdekaan 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsa tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keihklasan untuk
berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, yang telah melahirkan kekuatan yang luar biasa pada masa perjuangan fisik. Sedang dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing. Perjuangan ini pun perlu dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia juga, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan negara dalam rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan secara fisik yang sesuai bidang masing-masing tersebut memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendekiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Sebab Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan kemampuan dan pengetahuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negaranya. Jadi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan dan pengetahuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara. Oleh karena itu dalam pengajarannya perlu dijelaskan bagaimana bentuk hubungan antara warga negara yang sehat, positif, dan dapat diandalkan.

1.3 Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/Kep/2000, antara lain dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dapat dianggap maupun melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sedang komptensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggungjawab warga negara dalam hubungan dengan negara dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Yang dimaksud dengan cerdas adalah tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dalam bertindak. Sedang sifat tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tidakan ditilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi serta etika ajaran agama dan budaya. Oleh karen aitu maka Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung jawab dari mahasiswa dengan beberapa perilaku, yaitu:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia.
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.
3. Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionalnya sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi setiap warga negara NKRI pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah air di dalam perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing di dalam semua aspek kehidupan.

1.3 Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
1.3.1 Pengertian pendidikan kewarganegaraan
Dalam UU No.2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39, ayat 2 dinyatakan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Materi pokok dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diejawantahkan salah satunya melalui mata kuliah Pendidikan Kewiraan yang diimplementasikan sejak UU No.2/1989 diberlakukan sampai rezim orde baru runtuh.
Pendidikan Kewiraan lebih menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Adapun yang dimaksud dengan Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasai oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia, usaha bela negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
Adapun wujud dari usaha bela negara yang dimaksud adalah kesiapan dan kerelaan dari setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoriterian ke era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidikan Kewiraan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan semangat reformasi dan demokratisasi, maka Pendidikan Kewiraan ditinggalkan karena beberapa alasan, antara lalin karena pola pembelajaran bersifat indoktrinatif dan monolitik, materi pembelajarannya sarat dengan kepentingan ideologi rezim (orde baru), kecuali itu juga mengabaikan dimensi efeksi dan psikomotor. Dengan demikian jelas sekali Pendidikan Kewiraan telah keluar dari semangat dan hakikat Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan pendidikan demokrasi (Tim ICCE UIN, 2003: 3-4). Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya menitikberatkan perhatian pada kemampuan penalaran ilmiah yang kognitif dan afektif tentang bela negara dalam rangka ketahanan nasional.
Dengan adanya penyempurnaan kurikulum pada tahun 2000, materi pendidikan kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga ditambah dengan pembahasan tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Kemudian sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan, yang menurut Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/ Kep/2000, mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam susunan kurikulum inti Perguruan Tinggi di Indonesia.
Sedang yang dimaksud dengan pendidikan sebagaimana terdapat dalam UU No.2/1989 tentang sistem pendidikan nasional, Bab I, ayat (7) adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan/ atau latihan bagi perannya di masa mendatang.
Kewarganegaraan berasal dari kata dasar ”warga”, berarti sekelompok orang yang menjadi anggota suatu negara. Warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Setelah mendapat awalan ke dan akhiran an menjadi Kewarganegaraan maka dia mempunyai arti kesadaran dan kecintaan serta berani membela bangsa dan negara. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan atau latihan dalam rangka mengembangkan atau menumbuhkan kesadaran, kecintaan, kesetiaan dan keberaniannya untuk berkorban demi membela bangsa dan negaranya.

1.3.2 Tujuan pendidikan kewarganegaraan
Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti No.267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
a. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasara kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar dapat menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
b. Tujuan khusus
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara Republik Indonesia yang terdidik dan bertanggungjawab.
2. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggungjawab yang berlandaskan Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

1.4 Landasan Pendidikan Kewarganegaraan
1.4.1 Landasan ilmiah
a. Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga negara dituntut untuk hidup berguna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi masa depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan kontkes dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional. Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan realitas global tersebut yang digambarkan sebagai kehidupan yang penuh paradoks dan ketakterdugaan itu. Untuk itu kepada setiap warga negara diperlukan adanya pembekalan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai budaya bangsa tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup bagi setiap warga negara. Pokok bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, yang semua itu berpijak pada budaya bangsa. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara serta membentuk sikap dan perilaku yang cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa yang calon sarjana/ilmuan warga negara kesatuan republik indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni. Sebab kualitas warga negara yang baik adalah sangat ditentukan terutama oleh keyakinan dan sikap hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara disamping derajat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya.
b. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu berobjek, mempunyai metode, sistematis dan bersifat universal. Objek pengetahuan ilmu yang ilmiah itu harus jelas baik material maupun formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedang objek formal sudut pandang tertentu yang dipilih atau yang dijadikan ciri untuk membahas objek material tersebut.
Objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segal ahal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non empirik, yang berupa wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedang objek formalnya adalah mencakup dua segi, yaitu:
1. Segi hubungan antara warga negara dengan negara (termasuk hubungan antara warga negara).
2. Segi pembelaan negara.
Objek pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi No.267/Dikti/Kep/2000, pokok-pokoknya adalah sebagai berikut:
1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan, mencakup:
a. Hak dan kewajiban warga Negara.
b. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
c. Demokrasi Indonesia.
d. Hak asasi manusia.
2. Wawasan nusantara.
3. Ketahanan nasional.
4. Politik dan strategi nasional.

c. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan) disejajarkan Civics Education yang dikenal di berbagai Negara. Sebagai bidang studi ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu Kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Maka dalam upaya pembahasan dan pengembangannyapun perlu dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu yang lain seperti: ilmu hukum, ilmu politik, sosiologi, administrasi negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu filsafat.

1.5.2 Landasan hukum
a. Undang-Undang Dasar 1945
1. Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan, dan alinea ke empat khususnya tentang tujuan negara.
2. Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta alam usaha pembelaan negara.
3. Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
b. Undang-Undang Nomor 20 tahun 1982
Undang-Undang No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan Negara Republik Indonesia.
1. Pasal 18 Hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
2. Pasal 19, ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
a. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.
b. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.
c. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
Undang-Undang No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa:
”Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

1.5.3 Landasan ideal
Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai semua konsep ajaran Kewarganegaraan, yang dalam sistematikanya dibedakan atas tiga hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal ini hanya dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan sebagai kesatuan.
a. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan negara dan menjadi sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara pola pelaksanaanya terpancar dalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, dan selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.
Pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi sebagai dasar negara (dalam kesatuan organis) merupakan landasan dirumuskannya wawasan nusantara, dan pokok pikiran kedua, yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang berfungsi sebagai tujuan negara (dalam kesatuan organis) merupakan tujuan wawasan nusantara.
Tujuan negara dijabarkan langsung dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu tujuan berhubungan dengan segi keamanan dan segi kesejahteraan dan tujuan berhubungan dengan segi ketertiban dunia.
Berdasarkan landasan itu maka wawasan nusantara pada dasarnya adalah sebagai perwujudan nilai sila-sila Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Pancasila sebagai Pandangan Hidup
Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai lihur yang diyakini kebenarannya. Perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila terkandung juga dalam wawasan nusantara, demi terwujudnya ketahanan nasional. Dengan demikian ketahanan nasional itu disusun dan dikembangkan juga tidak boleh lepas dari wawasan nusantara.
Perwujudan nilai-nilai Pancasila mencakup lima bidang kehidupan nasional, yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan landasan, yang disingkat dengan (poleksosbud Han-Kam), yang menjadi dasar pemerintahan ketahanan nasional. Dari lima bidang kehidupan nasional itu bidang ideologilah yang menjadi landasan dasar, berupa Pancasila sebagai pandangan hidup yang menjiwai empat bidang yang lainnya.
Dasar pemikiran ketahanan nasional di samping lima bidang kehidupan nasional tersebut yang merupakan aspek sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran aspek alamiah triagatra.
c. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kesatuan konsep-konsep dasar yang memberikan arah dan tujuan menuju pencapaian cita-cita bangsa dan negara. Cita-cita bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila itu terpancar melalui alinea ke dua Pembukaan UUD 1945, merupakan cita-cita untuk mengisi kemerdekaan, yaitu: bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Bersatu merupakan bekal untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur, dengan sistem berdaulat.
Cita-cita mengisi kemerdekaan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur harus diisi dengan pembangunan nasional, tanpa pembangunan nasional cita-cita bangsa untuk mengisi kemerdekaan tidak akan terwujud.
Sebagai perbandingan, di beberapa negara juga dikembangkan materi Pendidikan Umum/General Education/Humanities) sebagai pembekalan nilai yang mendasari sikap dan perilaku warga negaranya.
1. Amerika Serikat: History, Humanity, dan Philosophy.
2. Jepang: Japanese History, Ethics, dan Philosophy.
3. Filipina: Philipino, Family Planning, Taxation and Land Reform, the Philiphine New Constitution, dan studi of Human Rights.

Latihan :
1. Uraikan secara singkat sejarah pendidikan kewarganegaraan sebagai ssuatu disiplin ilmu !
2. Uraikan kedudukan Pendidikan kewarganegaraan dalam sistem pendidikan Nasional di Indonesia !
3. Jelaskan maksud diselenggarakannya pendidikan kewarganegaraan menurut Dirjen DIKTI No. 267/Dikti/Kep/2000 !
4. Jelaskan salah satu syarat pemerintahan yang telah melaksanakan sistem demokrasi menurut kongres international commission of jurist Bangkok tahun 1965 !
5. Mata kuliah umum yang termasuk mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) adalah pendidikan agama, pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Coba saudara jelaskan apa tujuan diberikannya mata kuliah pengembangan kepribadian tersebut ?
6. Coba saudara jelaskan apa perlunya dikembangkan pendidikan yang berbasis pengembangan kepribadian (MKPK) dan berbasis pengembangan kemampuan, yaitu dengan cara memberikan mata kuliah Dasar keahlian (MKDK) dan mata kulaiah keahlian (MKK) dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia Indonesia ?. Terangkan pula pendapat Albert Einstein dan driyarkara tentang perlunya dikembangkan ke dua aspek tersebut dalam pengembangan sumber daya manusia !
7. Globalisasi merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh semua bangsa, termasuk bangsa Indonesia. Globalisasi disamping mempunyai dampak positif, juga mempunyai dampak negatif. Jelaskan !
8. Menurut saudara bagaimana seharusnya bangsa Indonesia mensikapi dampak negatif dan positif dari globalisasi tersebut, agar bangsa Indonesia tetap tidak kehilangan identitas nasionalnya !
9. Apa yang dimaksud dengan kompetensi ! Apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa yang telah lulus pendidikan kewarganegaraan ! Berikan contoh – contoh seperlunya.
10. Jelaskan pengertian pendidikan kewarganegaraan secara terminologis !
11. Jelaskan tujuan pendidikan kewarganegaraan menurut SK Dirjen DIKTI No. 267/DIKTI/2000 !
12. Jelaskan beberapa landasan pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan yang saudara ketahui !

Senin, 16 Maret 2009

Bahan Kuliah HTN Kuliah ke 1

Istilah Hukum Tata Negara
Pada masa lalu, istilah “teori hukum tata negara” sangat jarang sekali terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah. Hukum Tata Negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah Hukum Tata Negara dalam arti sempit, atau Hukum Tata Negara Positif. Hal ini dipengaruhi oleh watak rejim orde baru yang berupaya mempertahankan tatanan ketatanegaraan pada saat itu yang memang menguntungkan penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya.
Pemikiran Hukum Tata Negara baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi terhegemoni bahwa tatanan ketatanegaraan berdasarkan Hukum Tata Negara Positif pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Akibatnya, pembahasan sisi teoritis dari Hukum Tata Negara menjadi ditinggalkan, bahkan dikekang karena dipandang sebagai pikiran yang “anti kemapanan” dan dapat mengganggu stabilitas nasional.
Padahal dari sisi keilmuan, Hukum Tata Negara dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah staatsrecht atau hukum negara (state law) yang meliputi 2 pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staatsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasanya disebut Hukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfassungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht). Pada masa lalu, Prof. Dr. Djokosoetono lebih menyukai penggunaan verfassungslehre daripada verfassungsrecht. Istilah yang tepat untuk Hukum Tata Negara sebagai ilmu (constitutional law) adalah Verfassungslehre atau teori konstitusi. Verfassungslehre inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk mempelajari verfassungsrecht.
Di sisi lain, istilah “Hukum Tata Negara” identik dengan pengertian “Hukum Konstitusi” sebagai terjemahan dari Constitutional Law (Inggris), Droit Constitutionnel (Perancis), Diritto Constitutionale (Italia), atau Verfassungsrecht (Jerman). Dari segi bahasa, Constitutional Law memang biasa diterjemahkan menjadi “Hukum Konstitusi”. Namun, istilah “Hukum Tata Negara” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, kata yang dipakai adalah Constitutional Law. Oleh karena itu, Hukum Tata Negara dapat dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain belaka dari “Hukum Konstitusi”.
Perkembangan Teori Hukum Tata Negara
Teori Hukum Tata Negara mulai mendapat perhatian dan berkembang pesat pada saat bangsa Indonesia memasuki era reformasi. Salah satu arus utama dari era reformasi adalah gelombang demokratisasi. Demokrasi telah memberikan ruang terhadap tuntutan-tuntutan perubahan, baik tuntutan yang terkait dengan norma penyelenggaraan negara, kelembagaan negara, maupun hubungan antara negara dengan warga negara. Demokrasi pula yang memungkinkan adanya kebebasan dan otonomi akademis untuk mengkaji berbagai teori yang melahirkan pilihan-pilihan sistem dan struktur ketatanegaraan untuk mewadahi berbagai tuntutan tersebut.
Tuntutan perubahan sistem perwakilan diikuti dengan munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya antara distrik atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan struktur parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan DPD). Tuntutan adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti dengan kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model penyelenggaraan otonomi daerah.
Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek. Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di sisi lain, berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif kerangka aturan dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami “deskralisasi”. Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun digugat. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian pula halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai tuntutan perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama disakralkan.

DEFINSI HUKUM TATA NEGARA.

Sama halnya dengan definisi/pengertian hukum, belum ada sarjana yang memiliki padangan sama tentang hukum itu. Pemberian definisi hukum tata negara juga demikian, terdapat juga perbedaan pendapat tentang pemberian definisi hukum tata negara. Perbedaan pendapat itu terjadi tergantung dari para sarjana tersebut mana dia anggap penting dalam suatu rumuan itu. Perbedaan itu juga disebabkan pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berlainan

Definisi Hukum tata negara menurut para pakar :
1. CrRNELLIS VAN VOLLENHOVEN
Hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat bawahan menurut tingkatannya.

2. PAUL SCHOLTEN
Hukum yang mengatur mengenai tata organisasi negara
3. VAN DER POT.
Hukum tata negara adalah peraturan-peraturan yang menetukan adan-badan yang diperlukan beserta kewenanganya masing-masing, hubungannya satu sama lain, serta hubungannya dengan individu warga negara dalam kegiatannya
4. J.A LOGEMAN
Hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur struktur organisasi Negara.

5. J.R STELLINGA
Hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara.

6. MAC IVER
Hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur negara (hukum yang oleh negara dipergunakan untuk mengatur sesuatu selain negara disebut sebagai hukum biasa (ordinary law)
7. WADE and PHILIPS
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugas dan wewenangnya, serta mekanisme hubungan diantara lat-alat perlengakapan negara itu.
8. PATON GEORGE WHITECROSS
HTN adalah hukum yang mengatur tentang persoalan distribusi kekuasaan hukum dan fungsi organ-organ negara

9. AV DICEY
HTN adalah semua aturan (rules) yang mengatur hubungan-hubungan antar pemegang kekuasaan neg yg tertinggi satu dengan yang lainnya.
10. MAURICE DUVERGER
HTN adalah salah satu cabang hukum publik yang mengatur Organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga negara
11. KUSUMADI PUDJOSEWOJO
Hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk Negara (kesatuan atau federal) dan bentuk pemerintahan (kerajaan dan republik) yang menunjukkan masyarakat hukum baik atasan maupun bawahan berserta tingkatanya (heirarki).

12. MOH .KUSNARDI DAN HARMAILY
Hukum tata Negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi Negara, hubungan antara alat perlengkapan Negara dalam garis vertical dan horizontal serta kedudukan warga Negara dan hak-hak asasinya.

13. OPPENHEIM
Hukum tata Negara adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengikat badan-badan Negara baik yang tinggi maupun yang rendah.

14. Prof .Mr.R. KRANENOURG
Hukum tata Negara adalah hukum mengenai susunan umum Negara, yaitu yang terdapat dalam UUD dan UU organik

15. L. ROLLAND
Hukum tata Negara adalah hukum mengenai Negara dan hubungannya dengan orang.

16. IR. BONARD
17. hukum tata Negara adalah hukum mengenai ketentuan–ketentuan mengenai alat-alat perlengkapan Negara yang tinggi.
18. Prof Mr USEP RANAWID JAJA
Hukum tata Negara adalah segala ketentuan hukum mengenai kehidupan polotik (kehidupan ketatanegaraan kehidupan yang berhubungan dengan keorganisasian Negara) suatu bangsa (masyarakat Negara).
19. OTONG ROSADI.
HTN adalah hukum yang mengatur tentang organisasi negara, dan hubungan antar negara dengan warganegara dengan penduduk dan warganearanya
20. JIMLY ASHSHIDDIQQI
HTN itu harus diartikan sebagai hukum dan kenaytaan praktek yang mengatur tentang 1) nilai-nilai luhur dan cita-cita kolektif suatu negara 2) format kelembagaan organisasi negara, 3) mekanisme hubungan antar lembaga negara dan 4) mekanisme hubungan antara lembaga negara dengan warga negara
.

Jadi Ilmu HTN adalah cabang IH yg mempelajari prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang tertuang secara tertulis ataupun yang hidup dalam kenyataan praktek kenegaraan berkenaan dengan:
- Konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat mengenai cita-cita untuk hidup bersama dalam suatu negara
- Isntitusi2 kekuasaan neg beserta fungsifungsinya,
- mekanisme hubungan antar institusi itu
- prinsip-prinsip hubungan antara institusi kekuasan neg dengan warga negara.

Sumber Bacaan:

 Prof. Dr. Jumly Asshiddiqie, SH, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahakamah Konstitusi, 2006
 Dasril Rajab, SH, MH, Hukum Tata Negara Indonesia, Renika Cipta (edisi Revisi) 2005
 Otong Rosadi, SH, M.Hum Buku Ajar, Hukum Tata Negara Indonesia Teori dan Praktek, FH-UNES Padang, 2004
 http://alisafaat.wordpress.com