EKSISTENSI KONSTITUSI DALAM KONSEP NEGARA KONSTITUSIONAL, KONSEP NEGARA HUKUM DAN KONSEP NEGARA DEMOKRASI
Oleh : Aria Herjon
A. Pendahuluan
Negara dan konstitusi ibarat dua sisi mata uang. Satu dan lainnya saling berkait menjadi satu kesatuan sempurna. Tidak ada satu negara pun di dunia sekarang ini yang tidak memiliki konstitusi atau undang-undang dasar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Konstitusi pada sebuah negara memiliki fungsi formal yakni alat untuk menunjukkan eksistensi diri kepada dunia luar, sebagai identitas diri suatu negara, dan alat penunjuk kedewasaan suatu negara.
Dengan demikian suatu negera tidak mungkin terbentuk tanpa konstitusi. Keberadaan konstitusi dalam suatu negara menjadi sangat esensial bahkan dapat dikatakan konstitusi adalah salah satu unsur/elemen terbentuknya suatu negara, disamping unsur rakyat, wilayah dan adanya pemeritahan.
Jadi bagaimanapun sederhananya tingkat pertumbuhan suatu negara, senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organiasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan. Perangkat kaidah semacam ini disebut dengan konstitusi , yaitu merupakan sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan suatu negara .
UUD (konstitusi) suatu negara sangat fundamental hakekatnya, karena merupakan landasan dan patokan segala kiprah penyelenggara negara dalam mengendalikan kemudi pemerintahan, sekaligus merupakan sumber hukum bagi warga negaranya yang paling tinggi nilainya . Jadi UUD/konstitusi itu diibaratkan sebagai suatu wadah tempat melindungi dan menjaga keseimbangan kepentingan yang saling bertentangan dalam masyarakat . Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dan tertulis yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan aturan pembagian kekuasaan negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah sehingga tidak sewenang-wenang.
Dalam pespektif teori hukum kebeberadaan suatu konstitusi akan dapat melahirkan suatu negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi dan lebih dikehendaki adalah suatu negara hukum yang demokratis. Maksudnya adalah suatu negara itu akan dikatakan negara konstitusional, negara hukum, negara dan negara demokrasi yang menentukannya adalah konstutusinya .
Dengan demikian berbicara tentang konstitusi erat kaitannya dengan sistem demokrasi yang dianut oleh suatu negara. Kebanyakan negara modern sekarang termasuk negara-negara yang baru mencapai kemerdekaan setelah perang dunia II usai semuanya teah menganut sistem demokrasi konstitusional. Yang menjadi ciri khas demokrasi konstitusional ialah adanya pemerintahan yang kekuasaannya terbatas dan tidak dipekenankan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Pembatasan-pembatasan tersebut tercantum dalam konstitusi. Dalam sistem demokrasi konstitusional, kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Pemegang kekuasaan dibatasi wewenangnya oleh konstitusi sehingga tidak melanggar hak-hak asasi rakyat. Antara kekuasaan eksekutif dan cabang-cabang kekuasaan lainnya terdapat check and balance. Lembaga legislatif mengontrol kekuasaan eksekutif sehingga tidak keluar dari rel konstitusi. Dengan demikan dapat dikatakan bahwa pola umum ketatanegaraan suatu negara dapat dilihat dalam konstitusi/UUD negara itu.
Berdasarkan uraian diatas dan sesuai dengan tugas mata kuliah “teori konstitusi” bagi mahasiswa angkatan tahun 2006 Pascasarjana Universitas Andalas kelas kerjasama Fakultas Hukum UMSB Bukititnggi, maka penulis akan mencoba memaparkannya dalam pembahasan berikut yang diberi judul “Eksistensi Konstitusi dalam Konsep Negara Konstitusional, Konsep Negara Hukum Dan Konsep Negara Demokrasi”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka untuk pembahasan makalah ini ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa istilah dan pengertian konstitusi ?.
2. Bagaimana konsep negara konstitusional, konsep negara hukum dan konsep negara demokrasi ?.
3. Bagaimana eksistensi konstitusi dalam menentukan suatu negara sehingga negara itu dikatakan negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui istilah dan pengertian Konstitusi.
2. Untuk mengetahui konsep negara konstitusional negara hukum dan negara demokrasi.
3. Untuk mengetahui eksistensi konstitusi dalam menentukan suatu negara sehingga negara itu dikatakan negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi.
D. Pembahasan
1. Istilah dan Pengertian Konstitusi
Secara etimologi kata “konstitusi”, berarti segala ketentuan dan aturan tetang mengenai ketatanegaraan (Undang-undang Dasar, dsb), atau Undang-undang dasar suatu negara . Istilah konstitusi itu berasal dari bahasa Perancis (constiuer) yang berarti “membentuk”. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan suatu negara yang menyusun dan menyatakan suatu negara. Kata konstitusi dalam bahasa Inggeris disebut “Constitution” yang memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Kemudian istilah Undang-undang dasar merupakan terjemahan istilah dalam bahasa Belanda disebut “Gronwet”. Perkataan wet yang dalam bahasa Indonesia adalah “undang-undang” dan” grond” berarti tanah/ dasar .
Dalam bahasa latin kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi yang berarti bersama dengan...., sedangkan statuere berasal dari kata sta yang berarti menetapkan sesuatu agar berdiri atau mendirikan/ menetapkan. Dengan demikian bentuk tunggal (constitutio) berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamaknya (constutiones) berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan.
Pengertian konstitusi, dalam praktek dapat berarti lebih luas dari pada pengertian Undang-undang dasar tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Bagi para sarjana ilmu politik istilah Constitution merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengantur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Sedangkan UUD yang dalam bahasa Belanda disebut dengan Gronwet adalah bagian tertulis dari konstutusi . Namun dalam praktek ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara di dunia termasuk di Indonesia menyamakan pengertian konstitusi dengan UUD.
CF Strong mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (negara) yang diorganisir dengan dan melalui hukum; hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanen dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan . Soetandyo Wignjosoebroto mendefinisikan konstitusi adalah sejumlah ketentuan hukum yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pokok-pokok struktur dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan, termasuk dalam hal ihwal kewenangan dan batas kewenangan lembaga-lembaga itu .
Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga yaitu:
1. Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan . jadi di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.
2. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam mmasyararakat. Jadi mengandung pengertian yang yuridis.
3. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
F. Lassalle dalam bukunya Uber Verfassungswesen, membagi konstitusi dalam dua pengertian yaitu:
1. Dalam arti sosiaologi atau politis, konstitusi adalah sinthesa faktor faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dalam suatu negara. Kekuasaan tersebut diantaranya raja, parlemen, kabinet, presure group, partai politik dan lin-lain itulah sesungguhnya konstitusi.
2. Dalam pengertian yuridis, konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Dari definisi diatas, pengertian Konstitusi dapat disederhanakan rumusannnya sebagai kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui hukum dalam hal mana hukum menetapkan :
1. Pengaturan mengenai pendirian lembaga – lembaga permanen.
2. Fungsi dari alat kelengkapan
3. Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.
Kemudian C.F. strong melengkapi pendapat tersebut dengan pendapatnya sendiri sebagai berikut :
1. Kekuasaan pemerintahan (dalam arti sempit)
2. Hak-hak dari yang dipemerintah
3. Hubungan antara pemerintah dan yang di perintah (menyangkut di dalammnya masalah hak azasi manusia).
K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa kumpulan peraturan peraturan yang memmbentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Peraturan di sini berupa gabungan antara ketentuan-ketentuan yang memiliki sifat hukum (non legal).
Konstitusi dalam dunia politik sering digunakan paling tidak dalam dua pengertian, sebagaimana dikemukakan oleh K.C. Wheare dalam bukunya Modern Constitutions: menyebutkan:
1) dipergunakan dalam arti luas yaitu sitem pemerintahan dari suatu negara dan merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam meneyelenggarakan tugas-tugasnya. Sebagai sistem pemerintahannya terdapat campuran tata peraturan baik yang bersifat hukum (legal) maupun yang bukan peraturan hukum (non Legal) atau (ekstra legal).
2) Pengertian dalam arti sempit yakni sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuatdalam suatu dokumen atau beberapa domkumen yang terkait satu sama lain.
Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun batasan batasannya dapat konstitusi dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu sistem politik.
3. Suatu deskripsi dari lembaga lembaga negara
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak hak asasi manusia.
Menurut Miriam Budiarjo, setiap Undang-undang dasar memuat ketentuan ketentuan mengenai:
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yuudikatif pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintahan negara bagian, prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.
2. hak-hak azasi manusia
3. prosedur mengubah Undang-undang dasar
4. ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-undang dasar.
Berdasarkan pandangan-pnadangan dan pendapat yang telah diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa dalam konstitusi akan ditentukan banyak keputusan penting yang berpengaruh terhadap kehidupan rakyat, antara lain: 1) dengan konstitusi dapat menentukan identitas suatu negera, 2) adanya dasar-dasar hak warganegara, 3) adanya prinsip negara hukum, 4) memiliki sistem perekonomian, 5) memiliki sistem pemerintahan, 6) menjamin keamanan pribadi dan nasional, dan 7) proses pemilihan umum yang demokratis.
Dengan demikian konstitusi itu secara umum adalah 1) merupakan hukum dasar negara, 2) hukum utama negara, 3) semua hukum yang lain harus sejalan dengan konstitusi, 4) menggambarkan struktur negara dan bekerjanya lembaga-lembaga negara 5) konstitusi menjelaskan kekuasaan dan kewajiban pemerintah, 6) konstitusi membatasi kekuasaan yang sewenang-wenang, 7) konstitusi menetapkan dan melindungi hak-hak dasar warga negara 8) konstitusi untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan 9) dengan konstitusi mendefinisikan hubungan rakyat dengan pemerintahnya.
2. Konsep Negara Konstitusional
Secara etimologi kata “konstitusional”, dan “konstitusionalisme” inti maknanya sama. Kata ”konstitional” berarti segala sesuatu diatur dan sesuai konstutusi negara , dengan kata lain segala tindakan atau perilaku seseorang maupun penguasa berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpang dari konstitusi, berarti tindakan atau kebijakan tersebut adalah tidak konstitusional. Sedangkan kata ”konstitusionalisme” diartikan sebagai suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.
Negara konstitusional difinisikan sebagai negara yang memiliki kekuasaan-kekuasaan untuk memerintah, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan diantara keduanya diatur dalam konstitusi negara itu. Taufiqurohman Syahuri mengatakan bahwa negara konstitusional adalah suatu negara yang melindungi dan menjamin terselenggaranya hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipil lainnya serta membatasi kekuasaan pemerintahannya secara berimbang antara kepentingan penyelenggara negara dan warga negaranya. Pembatasan yang termaksud tertuang di dalam suatu konstitusi. Jadi, bukan semata-mata karena negara yang dimaksud telah memiliki konstitusi.
Pemerintahan yang konstitusional menurut Adnan Buyung Nasution adalah memperluas partisipasi politik, memberi kekuasaan legislatif pada rakyat, menolak pemerintahan otoriter,….dan sebagainya . Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, Undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme .
Konstitusionalisme dapat diartikan sebagai suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi . Menurut Carl. J. Friedrich, konstitusionalisme ialah: “Merupakan gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah”. Pembatasan-pembatasan itu tercermin dalam Undang-undang dasar atau konstitusi dan sesuai dengan tujuan konstitusi itu.
Suatu negara yang memiliki konstitusi belum tentu negera tersebut dikatakan negara menganut faham negara konstitusional. Suatu negara dikatakan negara konstitusional minimal memiliki 3 syarat, yaitu 1) adanya konstitusi yang konstitusional, 2) adanya kerangka dasar penyelenggaraan negara beradasarkan konstitusi, dan 3) adanya penegakan konstitusi.
Konstitusi yang konstitusional.
Suatu konstitusi dikatakan konstitusional dapat dilihat dari pada hakikat konstitusi itu, tujuan pembentukaan konstitusi itu, kedudukan konstitusi itu, fungsi konstitusi itu dan materi muatan konstitusi suatu negara itu.
Hakikat Konstitusi.
Hakikat konstitusi itu adalah untuk: 1) membatasi kekuasaan negara, 2) melindungi hak asasi manusia dan 3) membatasi kekuasaan penguasa, dan dapat juga dikatakan bahwa hakikat suatu konstitusi adalah paham perwujudan tentang konstitusi yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara dipihak lain artinya kekuasan lembaga-lembaga negara dan hak-hak yang melekat pada warga negara ditentukan oleh konstitusinya.
Tujuan Pembentukan Konstitusi
Suatu konstitusi bila dilihat perspekstif politik dapat dikaitkan kepada tujuan pembentukan konstitusi. Tujuan pembentukan konstitusi adalah sebagai dasar kekuasan penguasa dan untuk membatasi kekuasaan penyelenggara negara. Dikatakan konstitusi itu sebagai dasar pembatasan kekuasaan karena dalam negara hukum seorang penguasa itu harus ada dasar kekuasaannya, seperti sebagai dasar kekuasan presiden dalam suatu negara, sebagai dasar pembatasan kekuasaan lembaga lembaga negara yang ada. Dasar kekuasaan dan pembatasan kekuaaan tersebut harus tercamum dalam konstitusi tidak boleh dalam bentuk lain .
Kedudukan, Fungsi Dan Tujuan Konstitusi
Kedudukan
Pada masa peralihan dari negara feodal monarchi atau oligarchi dengan kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokratik, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalm perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. Sejak saat setelah perjuangan dimenangkan oleh rakyat, konstitusi bergeser kedudukan dan perannya dari sekedar penjaga keamanan dan kepentingan hidup rakyat terhadap kezaliman golongan penguasa, menjadi sengat pemungkas rakyat untuk mengakhiri kekuasaan oligarchi, serta untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama rakyat dengan menggunakan berbagai ideologi seperti individualisme, liberalisme, universalisme demokrasi dan sebagainya. Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang melandasi negara itu.
Tujuan Konstitusi
Usaha negara untuk mencapai tujuan masyarakat negaranya, dalam konstitusi telah ditentukan adanya bermacam macam lembaga negara. Supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, kedudukan serta tugas dan wewenang masing-masing lembaga negara juga ditentukan. Hal ini berarti adanya pembatasan kekuasaan terhadap setiap lembaga politik. Pembatasan terhadap lembaga-lembaga tersebut meliputi dua hal:
1. Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya.
2. Pembatasan kekuasaan yang berkenaan dengan waktu dijalankannya kekuasaan tersebut.
Pembatasan kekuasaan dalam arti isi mengandung arti, bahwa dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang lembaga-lembaga negara. Bahkan terhadap lembaga negara yang mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan negara, dalam hal ini pemerintah, masih mendapat pengawasan dari lembaga / permusyawaratan rakyat.
Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. pendapat yang hampir senada disampaikan oleh Loewenstein di dalam bukunya Political Power and the Goverment Proce’s bahwa konstitusi itu suatu sarana dasar untuk itu setiap konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan:
1. untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2. untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa, serta menentapkan bagi penguasa, serta menetapkan bagi para penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.
Materi muatan konstitusi
Hechvan Maarseveen dan Gervan der Tang dalam sebuah studinya terhadap konstitusi di dunia dan yang dituangkan dalam buku dengan judul Writen Constitution antara lain mengatakan bahwa:
1. constitution as mean of forming the state’s own political and legal system (konstitusi sebagai dokumen yang sah yang dimiliki oleh suatu Negara)
2. constitution as a national document dan as a birth certificate and as a sign of adulthood and independence. (konstitusi sebagai dokumen negara dan sebagai surat bukti kelahiran, sebagai tanda dari kedewaan dan kemerdekaan)
Menurut A. A. H. Struycken undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi.
1. hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
2. tingkat tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang
4. suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Menurut J.G. Steenbeek, terdapat tiga muatan pokok konstitusi, yaitu :
1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negaranya;
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Muatan konstitusi menurut Miriam Budiardjo lebih luas cakupannya dari pada pendapat J.G. Steenbeek, yaitu masuknya perubahan konstitusi sebagai salah satu muatan konstitusi. Adapun muatan konstitusi menurut M. Budiardjo sebagai berikut :
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian; prosedural menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya;
2. Hak-hak asasi manusia;
3. Prosedur perubahan Undang-undang Dasar;
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-undang Dasar.
Konstitusi sebagai Kerangka dasar Penyelenggaraan Negara
Konstitusi sebagai kerangka dasar Penyelenggaraan Negara artinya konstitusi itu membatasi lembaga negara mulai dari pembentukannya sampai dengan pelaksanaan dan tugasnya. Menurut Gothom Arya Suatu negara dikatakan negara konstitusional memiliki badan-badan konstitusional yaitu organ-organ negara yang dibentuk oleh konstitusi/undangundang untuk menjalankan kekuasaan negara sebagaimana ditetapkan oleh konstitusi. Badan-badan konstitusional memiliki status yang sama untuk memastikan pemisahan kekuasaan. Badan-badan konstitusional adalah berdiri sendiri satu sama lain tapi mereka berhubungan untuk memastikan adanya checks and balance dalam kekuasaan. Badan-badan konstitusional harus menarik legitimasi mereka dari kenyataan bahwa kekuasaan yang berdaulat adalah milik rakyat makanya mereka haruslah merupakan badan baik yang dipilih oleh rakyat maupun yang dipilih oleh membaga-lembaga lain setelah melalui mekanisme yang telah dtentukan oleh konstitusi negara itu.
Badan-badan konstitusional bisa diklasifikasi sebagai berikut :
1) Badan-badan konstitusional yang merupakan organ-organ politis, seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Senat dan Dewan Menteri.
2) Badan-badan konstitusional yang merupakan organ-organ hukum, seperti Pengadilan Konstitusional, Pengadilan dan Pengadilan Tata Usaha Negara.
3) Badan-badan konstitusional yang memastikan adanya transparansi dan integritas dalam menjalankan kekuasaan negara, seperti Komisi Pemilihan, Ombudsman, Komisi Nasional untuk Hak-hak Asasi Manusia, Komisi Nasional untuk Memberantas Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan Negara.
Adanya penegakkan konstutusi
Seperti telah diketahui bahwa suatu negara yang konstitusional dimana setiap tindakan peneyelenggara sesuai dengan ketentuan konstitusi/UUD, sehingga salah satu perbuatan/tindakan penyelenggara negara adalah membuat peraturan perundang-undangan lainnya seperti udang-udang, peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan daerah. Bagaimanapun juga suatu badan yang secara konstitusional telah dipercaya oleh konstitusi untuk membuat suatu produk hukum namun sebagai individu ia tetap sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekeliruan dan kesalahan dalam menetapkan suatu produk hukum. Untuk mencegah tidak terjadi penyimpangan suatu tindakan peneylenggara negara keberadaan Mahakamah Konstitusi sangat diperlukan untuk menegakkan konstitusi.
Mahkamah Konstistusi adalah suatu lembaga negara yang dibentuk oleh konstistusi untuk penjaga pelaksanaan konstitusi (the guardian of the constitution) dan berperan optimal dalam mewujudkan demokratisasi dalam sistem ketatanegaraan. Di Indonesia sebelum amandemen UUD banyak terjadi kekisruhan dalam konstitusi, sebut saja kasus dicopotnya jabatan Presiden Abdurrahman Wahid oleh MPR yang diikuti pertentangan pendapat antara berbagai faksi politik. Ada anggapan bahwa pencopotan tersebut konstitusional dan pada pihak lain menganggapnya inkonstitusional .
Penyimpangan konstitusi juga terjadi pada pelampauan wewenang oleh lembaga-lembaga negara. Padahal paham konstitusionalisme menekankan adanya legalitas kekuasaan. Sehingga sangat rancu apabila sebuah konstitusi membuka peluang untuk sebuah tindakan otoriter dari lembaga tertentu dan tidak menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa ketatanegaraan atau pun mekanisme kontrol untuk menindak dan mengembalikan penyalahgunaan wewenang pada tataran normatif dalam konstitusi .
Dalam konstusi Indonesia MK mempunyai tugas utama untuk menguji undang-undang terhadap UUD (judicial review) dan memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya ditentukan oleh UUD. Sedangkan dalam kaitannya dengan kehidupan politik, MK mempunyai wewenang memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu dan wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dugaan pelanggaran presiden dan wakil presiden menurut UUD. Dari kewenangan yang diberikan konstitusi tersebut terlihat peran strategis MK dalam sistem ketatanegaraan dan sistem politik .
1. Konsep Negara Hukum
Istilah negara hukum yang dikenal dengan “rechtstaat” dan “rul of. Law”. Konsep rechtsstaat berasal dari eropa kontinental yang dikebangkan oleh Imanuel kant Paul laband. Julius Stahl, Fichtie dll. Sedangkan istilah “the rule of law” berasal dari tradisi Anglo Saxon (Amerika yang dikembangkan oleh A.V. Dicey. Menurut Jimly dalam Konsep The Rule Of Law”, berlaku prinsip bahwa pemimpin yang sebenarnya bukanlah orang, melainkan hukum yang dilihat sebagai suatu sistem. Karena itu, doktrin yang dikenal mengenai ini adalah “the rule of law, and not of man”.
Dalam perpustakaan Indonesia istilah negara hukum terjemahkan langsung dari “Rechtstaat”. Friedrich Julius Stahl, mengetengahkan unsur utama konsep negara tersebut yaitu adanya; 1) pengakuan dan perlindugan hak-hak asasi manusia, 2) pemisahan kekuasaan negara berdasarkan prinsip Trias Poltica, 3) penyelenggaraan pemerintahan menurut undang-undang (wetmating bestuur), dan 4) peradilan administrasi negara”. Sedangkan Dicey menyebutkan adanya 3 (tiga) ciri utama konsep negara hukum (the rule of law), 1) yaitu supremacy of law, 2) Equality before the lawa da 3)
Jimly sendiri merumuskan konsep negara hukum sampai dengan 12 (dua belas ) prinsip pokok dikatakan negara itu negara hukum baik negara hukum the “rule of law” maupun negara hukum yang disebut dengan “rechtsstaat”. Kedua belas prinsip utama tersebut adalah 1) Adanya supremasi hukum, (2) adanya Persamaan dalam hukum, (3) Asas Lagalitas, (4) Adanya pembatasan kekuasaan (5) Adanya organ-organ Eksekutif Independen, (6) Adanya peradilan bebas dan tidak memihak, 7) adanya peradilan tata usaha, 8) adanya peradilan tata negara, 9) adanya perlindungan hak asasi manusia, (10), bersifat dekokratis, (11) berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan negara dan (12) transporansi dan konstrol sosial.
Taher Azhari merumuskan 9 prinsip negara hukum yang ideal yaitu (i) prinsip kekuasaan sebagai amanah, (ii) prinsip musyawarah, (iii) prinsip keadilan (iv), prinsip persamaan (v) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (vi) prinsip peradilan bebas, (vii) prinsip perdamaian, (viii) prinsip kesejahtraan, (ix) prinsip kletaatan rakyat.
4. Konsep negara Demokrasi
Secara etimologi, demokrasi (democratie) adalah bentuk pemerintahan atau kekuasaan negara yang tertinggi, dimana sumber kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan (ke) rakyat (an) yang terhimpun melalui majelis yang dinamakan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (die gesamte staatsgewalt liegt allein bei der majelis). Sementara Sri Soemantri mendefenisikan demokrasi dalam arti pandangan hidup adalah demokrasi sebagai falsafah hidup (democracy in philosophy).
Sebuah negara menurut Amien Rais, disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu; (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapat secara adil, (4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatsoen atau tata krama politik, (8) kebebasan individu, (9) semangat kerja sama dan (10) hak untuk protes.
Robert A. Dahl mengajukan lima kriteria bagi sebuah demokrasi yang ideal, yaitu; (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat, (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
Sebagai perbandingan dari indikator yang diajukan oleh Dahl di atas, kalangan ilmu politik Indonesia, setelah mengamati demokrasi di berbagai negara merumuskan demokrasi dengan menggunakan lima indikator tertentu. Pertama; Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertangung-jawabkan ucapan atau kata-katanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalankan.
Kedua; Rotasi Kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaan biasanya kalaupun ada, hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas di kalangan elit politik saja.
Ketiga; rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artinya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa orang saja.
Keempat; pemilihan umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanp ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktifitas pemilihan, termasuk didalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan penghitungan suara. Kelima menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hak untuk berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), dan hak untuk menyatakan pendapat dan digunakan untuk menentukan prefensi politiknya, tentang suatu masalah, terutama yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Hak untuk berkumpul dan berserikat ditandainya dengan kebebasan untuk menentukan lembaga, atau organisasi mana yang ingin dia bentuk atau dia pilih.
Menurut Alfian, demokrasi memberikan toleransi adanya perbedaan pendapat atau pertikaian pendapat. Perbedaan atau pertikaian itu bisa diartikan sebagai sebuah konflik. Konflik disini tidak mengarah kepada kerancuan demokrasi .
Oleh International Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok pada tahun 1965, negara-negara yang menganut asas demokrasi disebut juga sebagai representatif government. Adapun yang dimaksud dengan representatif government oleh Internasional Commission of jurist adalah Representative government is a government deriving its power and authority form the people, which the people and authority are exercised through representative freely chosen and responsible to them. Kemudian organisasi para sarjana hukum internasional di atas menentukan pula syarat-syarat adanya representative government atau adanya asas-asas demokrasi dalam suatu negara, yakni :
1. Adanya proteksi konstitusional;
2. Adanya kekuasaan peradilan yang bebas dan tidak memihak;
3. Adanya pemilihan umum yang bebas;
4. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berserikat;
5. Adanya tugas-tugas oposisi; dan,
6. Adanya pendidikan civils.
Berdasarkan uraian diatas bahwa suatu negara dikatakan negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu perngoranisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendsiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat kemudian Hendri B. Mayo memberikan pengertian negara demokrasi atau suatu sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dalam suatu negara demokrasi peranan rakyat adalah merupakan pisisi sentral karena rakyat yang berkuasa, yang oleh masing-masing negara yang menyatakan dirinya negara demokrasi ditegasksan dalam konstitusi / UUD nya. Seperti di Indonesia sebagai negara demokrasi yang kedaularan itu pada rakyat diatur dalam UUD 1945.
5. Eksistensi konstitusi dalam menentukan suatu negara sehingga negara itu dikatakan negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi.
Menurut C.F. Strong dalam bukunya ”moderen Political” menerangkan bahwa pemegang kekuasaan ekskutif (pemerintah) dalam negara modrn mempunyai kekuasaan yang sangat besar dan luas sehingga diperlukan adanya pembatasan kekuasaan lewat pengawasan dan kontrol yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang duduk dalam negara perwakilan rakyat. Untuk itu konstitusilah sebagai sarana utama untuk mengekang dan membatasi kekuasaan tersebut. Konstitusi harus merumuskan prinsip prinsip-prinsip dan mekanisme pembatasan kekuasaan pemerintah .
Untuk merumuskan suatu konstitusi sehingga dapat mewujudkan suatu negara menganut faham negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi ditentukan oleh ideologi negera itu . Sama halnya yang dinyatakan oleh Dahlan Thaib dkk dalam bukunya teori Hukum dan Konstitusi” bahwa kedudukan dan fungsi konstitusi dalam suatu negara ditentukan oleh ideologi yang melandasi negera tersebut.
Seperti telah diatas diatas bahwa Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk daripada sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan: begitu sejarah perjuangannya begitulah pula konstitusinya. Konstitusi suatu negara adalah rumusan dari pada filsafat, cita-cita, kehendak dan program perjuangan suatu bangsa. Oleh karena itu, jikalau terjadi perubahan yang cukup besar di dalam situasi, maka konstitusi akan mengalami perubahan di dalam rangka daya upaya bangsa tersebut untuk mempertahankan kehidupannya secara sesfisien-efisiennya. Konstitusi adalah cermin daripada jiwa, jalan fikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa. Dari konstitusinya dapatlah diketahui bagaimanakah suatu bangsa memandang terhadap berbagai permasalahan hidup di dunia serta sekelilingnya, dan bagaimanakah jalan yang hendak ditempuhnya guna mengatasi masalah-masalah tersebut Jadi dalam penyelenggaraan suatu negara intinya terletak pada konstitusi negara itu, artinya suatu negara dikatakan negara konstitusional, negara hukum dan negara yang menentukannya adalah konstutusinya.
Umumnya negara-negera modren di dunia menganut paham demokrasi dan sistem demokrasi yang dianut oleh suatu negara itu tidak sama seperti negara-negara barat menganut sistem demokrasi liberal dan Rusia menganut sistem demokrasi sosialis dan Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila.
Untuk melihat bagaimana konsep negara konstitusional, negara hukum dan negera demokrasi dirumuskan dalam suatu konstitusi yang didasarkan kepada idelogi negera itu. Dalam makalah ini penulis hanya akan melihat perumusan konsep negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi Indonesia yang diatur dalam UUD 1945 RI yang berlandaskan kepada ideologi negara yakni Pancasila.
Soerjanto Poespowardoyo dalam tulisannya “Pancasila sebagai Ideologi ditinjau dari segi pandangan hidup bersama” menyebutkan bahwa setiap undang-udang dasar selalu terdapat secara eksplisit ataupun implisit pandang-pandangan dan nilai dasar yang melandasi penyelenggaran negara. Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara. Dengan demikian Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh penyelenggaraan negara RI. Dengan demikian Pancasila merupakan Dasar Falsafah Negara atau idelogi negara, karena memuat norma-norma yang paling mendasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk penyelenggaran negara serta kebijaksanaan-kebijaksanaan penting yang diambil dalam proses pemerintahan.
Lebih lanjut dikatakan Soerjanto Poespowardoyo, semangat yang terbaca dalam Pembukaan UUD 1945, ideologi Pancasila yang merupakan dasar negara itu berfungsi baik dalam menggambarkan tujuan negara RI maupun dalam proses pencapaian tujuan negara tersebut. tujuan negara Indonesia secara material dirumuskan sebagai “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” harus mengarah kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera sesuai dengan semangat dan nilai pancasila. Demikian pula proses pencapaian tujuan negara tersebut dan perwejudannya melalui perencanaan, kebijaksanaan-kebijaksanaan dan keputusan politik harus memperhatikan dan bahkan merealisasikan dimensi-dimensi yang mencerminkan watak dan ciri wawansan Pansila.
Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat empat pokok pikiran sebagai landasan bernegara, yaitu Pertama, bahwa Negara Indonesia adalah negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta mencakupi segala paham golongan dan paham perorangan; Kedua, bahwa Negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga negaranya; Ketiga, bahwa Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat. Negara dibentuk dan diselenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat yang juga disebut sebagai sistem demokrasi, dan Keempat, bahwa negara Indonesia adalah negara yang ber Ketuhan Yang Maha Esa dan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab .
Selain keempat pokok pikiran itu, keempat alinea pembukaan UUD masing-masing mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis menjiwai keseluruhan berpikir materi UUD 1945. Alinia pertama menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan itu adalah hak asasi segala bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, alinea kedua menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Alinea Kedtiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan Ke- Maha Kuasaaan Tuhan Yang maha Esa, yang memberikan dorongan spritual kepada segenap bangsa untuk memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya, yang atas dasar keyakinan spritual serta dorongan luhur itulah rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Alinea Keempat, menggambar visi bangsa Indonesia mengenai bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan dalam melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam wadah Negara Indonesia .
Aline keempat tersebut diatas menentukan dengan jelas mengenai tujuan negara dan dasar Negara Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi konstitusional. Negara Indonesia itu dimaksudkan untuk tujuan (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial .
Pokok pikiran yang terbut diatas mencakup suasana kebatinan yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar. Pokok pikiran itu mencerminkan falsafah hidup (weltanshaung) dan pandangan dunia (world view) bangsa Indonesia serta cita-cita hukum (rechsidee) yang menguasai dan menjiwai hukum dasar, baik yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar mewujudkan pokok pikiran itu dalam perumusan pasal-pasalnya yang secara umum mencakup prinsip-prinsip pemikiran dalam garis besarnya .
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa suatu negara dikatakan negara konstitusional harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu adanya konstitusi yang konstitusinal, adanya Penyelenggaraan Negara beradasarkan konstitusi dan Adanya penegakkan konstutusi. Konsep negara konstitusional dipahami bahwa negara yang memiliki kekuasaan-kekuasaan untuk memerintah, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan diantara keduanya diatur dalam konstitusi negara itu. Indonesia menganut faham negara konstitusional dapat dilihat dari lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD yang kekuasaannya telah terbagi baik secara vertikal maupun secara horizontal yang diatur oleh UUD itu sendiri.
Pembagian kekuasaan secara vertikal nampak bahwa UUD 1945 menggambarkannya kedalam bentuk susunan organisasi negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat di daerah. Ditingkat pusat susunan organisasi negara menurut UUD RI 1945 setelah amandemen terdiri dari MPR, DPR, DPD, BPK, Presiden, mahkamah konstitusi dan Mahakamah Agung. Sedangkan Susunan organisasi tingkat pusat ini mencerminkan seluruh cabang-cabang pemerintahan dan fungsi kenegaraan pada umumnya, berbeda dengan susunan organiasi negara tingkat daerah. Susunan organiasi tingkat daerah terbatas hanya pada susunan penyelengaraan pemerintahan (eksekutif) dan unsur-unsur pengaturan (regelen) dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu. Organ-organ yang ada dalam susunan organisasi pada pemerintahan daerah hanya sebatas pada pemerintah daerah dan DPRD.
Sehubungan dengan pokok pikiran yang tertuang Pembukaan UUD 1945 menurut Jimly Ashshiddiqi dalam penyelenggaraan negara ada sembilan prinsip yang mesti dilakukan. Kesembilan prinsip tersebut antara lain:
1. Prinsip Ketuhaan Yang Maha Esa.
2. Prinsip cita Negara Hukum dan :the Rule of law”
3. Paham kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
4. Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan
5. Pemisahan Kekuasaan dan Prinsip 'Check and Balances'
6. Sistem Pemerintahan Presidensiil
7. Persatuan dan Keragaman
8. Paham Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Pasar Sosial
9. Cita Masyarakat Madani
Semua prinsip dasar tersebut menurut Jimly sejalan dan terkait erat dengan lima dasar atau sila yang dirumuskan sebagai dasar Negara Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: (i) Keruhanan Yang Maha Esa, (ii) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (iii) Persatuan Indonesia, (iv) Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kesepuluh prinsip tersebut haruslah menjiwai kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan di pihak lain juga haruslah tercermin dalam perwujudan kelembagaan kenegaraan yang ditentukan pengaturan dasarnya dalam konstitusi. Kebijakan-kebijakan kenegaraan dan pemerintahan itu dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, mulai dari yang paling tinggi yaitu Undang-Undang Dasar sampai ke yang paling rendah yaitu Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan Wali-kota, dan bahkan Peraturan Desa. Berbagai perangkat peraturan perundang-undangan itu merupakan instrumen hukum yang diharapkan dapat menjamin perwujudan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dirumuskan di atas menjadi kenyataan perilaku segenap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada.
Di pihak lain prinsip-prinsip dimaksud juga harus tercermin da¬lam format kelembagaan atau bangunan organisasi kenegaraan dan pemerintahan Indonesia di masa depan. Misalnya, bagaimana for¬mat bangunan organ-organ negara yang terkait dengan fungsi-fungsi legislatif, eksekutif dan judikatif akan dikembangkan, diatur dasar-dasarnya dalam rumusan konstitusi dan dijabarkan lebih lanjut peng-aturannya dalam undang-undang atau peraturan yang lebih rendah. Namun, terlepas dari perangkat pengaturan yang bersifat instru¬mental itu, organ-organ dan kelembagaan kenegaraan dan peme¬rintahan yang dimaksud haruslah dimengerti sebagai suatu realitas institusional yang mencakup unsur manusia (man), unsur uang (mo¬ney) dan peralatan (material). Karena itu, setiap institusi terkait pula tradisi-tradisi perilaku manusia yang hidup di dalamnya. Karena itu, dikatakan bahwa dalam setiap sistem selalu terkandung tiga elemen penting, yaitu 'institutional element', 'cultural element', and 'instrumental element'.
E. Kesimpulan
Setiap negara di dunia harus miliki konstitusi. Suatu konstitusi suatu negara harus mencerminkan berkhidupan demokratis yang ditandai dengan negara tersebut menganut faham negara konstitisional, faham negara hukum dan faham negara demokrasi dan yang lebih penting lagi harus emnganut fahan negara hukum yang demokratis.
Faham-faham tersebut harus dituangkan dalam konstitusi negara itu sesuai ideologi negara itu. Meskipun banyak negara didunia menyatakan sebagai negara demokrasi namun ideiologi negraa itu tidaklah sama seperti Amerika ideologi negara adalah negara liberalisme, rusia idelogi negara socialisme dan Indonesia odelogi negaranya adalah Pancasila sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Faham negara konstitusional, negara hukum dan negara demokrasi yang dicantumkan dalam UUD 1945 harus menjiwan apa yang menjadi cita negara Inadoneia yaitu mengndung prinsip (i) Keruhanan Yang Maha Esa, (ii) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (iii) Persatuan Indonesia, (iv) Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dengan demikian tatanan kehidupan bangsa Indonesia harus tertuang dalam konstitusi negara Indonesia baik secara implisit atau eksplisit, terutama dalam penyelenggaran negara dan pemerintahan. Kesemuanya itu harus menjiwai cita negara indonesia sebagimana tertuangdalam pembukaan UUD 1945.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Latief Fariqon, Perkembangan Konsep Negara Hukum, Jurnal Ilmiah Hukum “legality” Vo. 11No. 2 Malang, Septeber 2003-Fenruari 2004,
Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busroh, Azas-azas huikum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991, hlm. 73 dikutip dari Dalan Thaib dkk. Hlm 10
Adnan Buyung Nasution, aspirasi pemerintahan Konstitusional di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1995, hlm, 16
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Gramedia Jakarta, 1986, hlm.
Amien Rais, Demokrasi dan Proses Politik, dalam Demokrasi dan Proses Politik, Seri Prisma Jakarta, diterbikan LP3ES, 1986
Amir Machmud, Demokrasi, Undang-Undang dan Peran Rakyat, dalam Moh. Mahfud, MD, Demokrasi dan konstitusi di Indonesia, Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Cekatakan Kedua, Jakarta, 2003, hlm 19
Anrei Y.Vyshinsky, The Law of Soviet State, Translated from the Russian by Rugh W. Babb, New York, The Macmilan Company, 1961.
Bagir Manan, pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, CV. Mandar maju, Cetakan I, 1995, hlm 1
Carl j. Friedrich, Constitutional Government and Democracy, Theory and Practice in European, Waltham, Mass:Balidell Publishing Cpmpany, 1967.
CF.Strong, konststusi-konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk-bentuk onstitusi Dunia, terjemahan oleh Derta Sri Widowatie dan Waluyati Handayani (edt) Cetakan I, Penerbut Nuansa-Nusa Media, Jakarta, 2004,
Dahlan Thaib dkk, Teori Hukum dan Konstitusi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999 hlm 6-7
Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan konstitusi, Liberty Yoyakarta, 1999, hlm 18-20
Eman Hermawan, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan Nalar, KLIK dan DKN GARDA BANGSA, Yogyakarta, 2003,
Ernawati Munir, Teori Konstitusi, kuliah Pascasrajana Ilmu Hukum, Bukittinggi tanggal 10 Desember 2006
Gothom Arya, Badan-badan Konstitusional di Thailan, Makalah, dalam Internasional Idea, Melanjutkan Dialog Menuju Reformasi Konstitusi di Indonesia, Laporan Hasil Konprensi yang diadakan di jakarta, Indonesia, , Oktober 2001, hlm 124
Jimly Asshiddiqie, Institusi Kepresidenan dalam Sistem Hukum Indonesia, makalah Disampaikan dalam rangka Studium Generale di hadapan dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara, Jakarta, Kamis, 28 September, 2000. hlm 2
Jimly Asshiddqie, Konstitusi dan konstitusiinaleme Indonesia, Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum tata Negara Fakultas Hukum UI, 2004, hlm 122
K.C. Wheare , Modern Constutional, London Oxford University Press, 1975, hlm 1.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka Jakarta, cetakan ketiga, 2001, hlm. 590
Koerniatmanto Soetoprawiro, Kontitusi :Pengertian dan perkembangannya , Pro Jutitia, No. 2 tahun V, Mei 1987, hlm 28-29. dikutip dari Dahlan Thaib dkk, Teori Hukum dan Konstitusi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999
M. Nur Sholikin, Mahkamah Konstitusi dan Tuntutan Reformasi Legislasi, Ulasan Mingguan Februari 2005 Minggu Keempat, www.mahkamahkonstistusi.com diakses tanggal 20 Desember 2005
M. Said Nisa, Opini, Berita Mahkamah Konstitusi, No. 15 Amret-April 2006,
Miriam Budiarjo, dasar-dasar ilmu politik, Gramedia, jakarta, 1991,
Moh. Kusnanrdi dan Harmaily Ibrahim , Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN Fakultas Hukum UI, Jakarta, 1988, hlm. 65, dikutip dari Dhalan Thalub dkk,
Oetoyo Usman dan Alfian (penyunting) Pancasila sebagai idelogi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, BP7 Pusat, 1991. hlm 44
Padmo Wahyono, Masalah Ketatanegaraan IndonesiaDewasa Ini, Ghalia Indoensia, Jakarta, 1984, hlm 10.
Ramdlon Naning, Lembaga Legislatif sebagai Pilar Demokrasi dan mekanisme Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945, Liberty Yogyakarta, Edisi Pertama, 1982, hlm vii
Sabtu, 25 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar